Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, tercatat sebagai wilayah terluas di provinsi ini dengan luas 6.045,65 km² atau sekitar 14,35 % dari total wilayah Sumatera Barat.
Wilayah ini memiliki garis pantai sepanjang 218 km dan salah satu ikon wisata alamnya adalah Jembatan Akar Bayang, sebuah jembatan alami yang terbentuk dari anyaman akar pohon beringin yang melintang di atas Sungai Bayang, Nagari Puluik-Puluik dan Nagari Lubuk Silau, Kecamatan Bayang Utara.
Jembatan ini dibuat oleh tokoh masyarakat Pakiah Sokan sekitar tahun 1916, dengan panjang sekitar 25 meter dan lebar sekitar 1,5 meter.
Potensi pariwisata lokal Sumbar sangat terbantu oleh keberadaan objek unik ini karena menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun luar daerah. Namun belakangan jembatan tersebut dilaporkan mengkhawatirkan: bagian struktur ada yang rapuh setelah tertimpa dahan pohon beringin besar — pengguna mengaku merasa takut melintasinya.
Kondisi ini mengundang pertanyaan penting: seberapa serius perhatian pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terhadap pelestarian aset wisata dan budaya yang juga menjadi identitas masyarakat lokal Sumatera Barat?
Dengan wilayah yang luas dan potensi wisata khas seperti Jembatan Akar, Pesisir Selatan memiliki peluang besar untuk berkembang secara berkelanjutan. Namun tanpa penanganan struktural dan pemeliharaan budaya lokal, peluang itu bisa tertinggal dan justru menjadi beban konservasi.
Kasus ini memperlihatkan bahwa luas wilayah dan keunikan alam bukanlah jaminan keberlanjutan tanpa komitmen nyata dari pemangku kepentingan. Bagi masyarakat Sumbar, menjaga warisan lokal seperti Jembatan Akar Bayang berarti menjaga identitas sekaligus masa depan ekonomi budaya mereka.






























