Jakarta – Pemerintah bersama DPR RI resmi melegalkan ibadah umrah secara mandiri melalui UU Nomor 14 Tahun 2025 yang mengubah aturan sebelumnya.
Untuk masyarakat Sumatera Barat, regulasi baru ini berarti pilihan keberangkatan umrah menjadi lebih fleksibel — namun tetap dibayangi tantangan pengawasan dan perlindungan jemaah.
Menurut UU yang disahkan pada 26 Agustus 2025, Pasal 86 mengatur tiga cara pelaksanaan umrah: melalui biro (PPIU), secara mandiri, atau melalui Menteri dalam kondisi luar biasa.
Adapun syarat untuk pelaksanaan umrah mandiri tercantum dalam Pasal 87A, antara lain: beragama Islam, paspor berlaku minimal enam bulan, tiket keberangkatan-kepulangan jelas, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan melalui sistem resmi.
Dari sisi alasan regulasi, anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, mengatakan keputusan ini sebagai respons terhadap kebijakan Saudi Arabia yang membuka jalur umrah mandiri bagi warga asing. Namun, perubahan ini memunculkan kritik. Asosiasi biro perjalanan umrah menggugat bahwa tanpa peran PPIU, jemaah bisa kehilangan pendampingan, rawan penipuan atau prosedur yang keliru — terutama bagi calon jemaah dari daerah seperti Sumatera Barat.
Di sisi lainnya, regulasi ini juga menyisipkan mekanisme perlindungan: Pasal 88A memberi hak kepada jemaah untuk memperoleh layanan sesuai perjanjian tertulis dan melaporkan kekurangan layanan langsung ke Menteri.
Bagi warga Sumatera Barat yang ingin menunaikan umrah, regulasi baru ini membuka jalan yang lebih leluasa — namun tetap membawa tanggung jawab untuk mengurus sendiri kepastian legal, administratif, dan pendampingan yang tepat. Di tengah kebebasan baru, negara tetap memegang kewajiban mengawasi agar hak jemaah terlindungi.































