Solok Selatan — Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah kembali menegaskan ambisinya menjadikan Sumbar sebagai pelopor Green Province di Indonesia. Janji itu disampaikan saat peresmian Tajak Sumur Pertama Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Muara Laboh Unit-2 di Kabupaten Solok Selatan, Kamis (16/10/2025).
“Insyaallah, dengan sinergi semua pihak, Sumbar akan menjadi Green Province pada tahun 2026. Kegiatan hari ini adalah bukti kuatnya tekad kita untuk mewujudkan energi bersih dan berkelanjutan,” kata Mahyeldi.
Proyek PLTP Muara Laboh Unit-2, dikelola PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML), ditargetkan menghasilkan 80 MW listrik dengan nilai investasi mencapai USD 490 juta. Pemerintah menyebut proyek ini sebagai langkah nyata Sumbar menuju transisi energi hijau dan target Net Zero Emission 2060.
Janji Hijau di Tengah Ketergantungan Energi Fosil
Meski optimisme pemerintah tinggi, catatan lapangan menunjukkan Sumbar masih bergantung pada energi fosil. Data Dinas ESDM Sumbar menyebut, porsi energi baru terbarukan (EBT) belum mencapai 20 persen dari total kebutuhan energi daerah.
Sementara itu, eksploitasi sumber daya alam seperti tambang dan konversi hutan masih terus berlangsung. Kondisi ini membuat banyak pihak meragukan kesiapan Sumbar untuk benar-benar bertransformasi menjadi provinsi hijau.
Investasi Besar, Tapi Manfaat Belum Merata
Bupati Solok Selatan, H. Khairunas, mengapresiasi kontribusi PT Supreme Energy yang telah membuka 1.500 lapangan kerja bagi warga lokal dan melaksanakan sejumlah program CSR. Namun, sebagian warga menilai manfaat sosial dan lingkungan belum dirasakan secara merata.
“Pembangunan memang membawa pekerjaan, tapi kami juga butuh jaminan lingkungan tidak rusak,” kata seorang warga Muara Laboh.
Antara Komitmen dan Pengawasan
President & CEO Supreme Energy, Nisriyanto, menyebut proyek Unit-2 akan menurunkan emisi karbon hingga 900 ribu ton CO₂ per tahun dan mampu memasok listrik bagi 435 ribu rumah tangga di Sumatera. Namun tanpa pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah, proyek besar seperti ini berisiko meninggalkan persoalan baru—dari konflik lahan, kerusakan ekosistem, hingga ketimpangan manfaat ekonomi.
Menuju 2026: Antara Harapan dan Realita
Ambisi menjadikan Sumbar sebagai Green Province patut diapresiasi. Tapi jalan menuju ke sana masih panjang dan terjal. Infrastruktur energi bersih belum merata, literasi masyarakat tentang energi terbarukan masih rendah, dan kebijakan daerah kerap tumpang tindih dengan regulasi pusat.
Kini publik menunggu bukti, bukan sekadar janji. Tahun 2026 akan menjadi ujian: apakah Sumbar benar-benar hijau dalam kebijakan dan tindakan, atau sekadar hijau di atas kertas.
Sumbar FYi – Ridwan