Padang — Kalau proyek pembangunan sekolah adalah ajang pemilihan bintang, Sumbar baru saja dinobatkan sebagai “poster child” nasional. Tapi benarkah masyarakat di nagari akan merasakan manfaatnya?
Pada pertemuan antara Kementerian Sosial RI, Pemprov Sumbar, dan Pemkab Dharmasraya, disepakati bahwa Sumbar akan menjadi salah satu daerah prioritas nasional untuk pembangunan Sekolah Rakyat senilai lebih dari Rp 500 miliar.
Dua kabupaten yang jadi fokus awal adalah Dharmasraya dan Solok—daerah yang selama ini dianggap tertinggal dalam akses fasilitas pendidikan.
Wakil Gubernur Sumbar, Vasko Ruseimy, menyambut baik penetapan tersebut dan menegaskan bahwa proyek ini lebih dari sekadar membangun gedung: “Kami akan kawal agar tepat waktu, tepat sasaran, dan memberi manfaat nyata” ujarnya.
Namun, publik perlu melihat detail: bagaimana mekanisme pemilihan lokasi sekolah, bagaimana jaminan mutu guru dan fasilitas, serta bagaimana pengawasan agar proyek ini tak berhenti sebagai simbol prestise.
Di sisi lain, program ini juga dikaitkan sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan melalui pendidikan terpadu. Sekolah Rakyat dimaksudkan sebagai sekolah terpadu dari SD hingga SMA, lengkap dengan fasilitas asrama dan pendanaan penuh melalui beasiswa.
Tapi belum jelas bagaimana skema operasional jangka panjangnya—apakah dana pemeliharaan disiapkan, atau guru lokal dilatih khusus?
Publik Sumbar harus menuntut transparansi dan akuntabilitas. Bila proyek ini berjalan baik, ia bisa menjadi katalis perubahan pendidikan di nagari-nagari terpencil. Jika tidak, ia akan menjadi monument pencitraan yang tak pernah memberi ruang nafas bagi siswa dan orang tua sejati.