Kelompok suporter utama klub sepak-bola di Padang, Semen Padang FC, yakni Spartacks, melakukan sorakan dan tuntutan serius menjelang pertandingan melawan Borneo FC. Mereka mendesak agar dana sebesar Rp 217 miliar dicadangkan oleh manajemen klub sebagai bentuk jaminan kepercayaan terhadap basis suporter.
Menurut laporan sehari sebelum pertandingan, Spartacks hadir dalam jumlah besar di stadion dan menyuarakan tuntutan transparansi keuang- klub. Mereka menuntut agar angka Rp 217 miliar dicadangkan—dalam artian disiapkan atau dialokasikan secara terbuka oleh manajemen Semen Padang FC.
Angka tersebut muncul sebagai simbol besarnya harapan kelompok suporter terhadap proses pengelolaan dana klub. Namun hingga berita ini ditulis, klub belum memberikan pernyataan resmi yang memuat rincian dari angka itu.
Secara historis, Semen Padang FC berbasis di Kota Padang, Sumatera Barat, dan didukung basis suporter yang kuat—Spartacks dikenal sebagai kelompok terbesar dalam stadion.
Kejadian ini mencerminkan persoalan yang lebih luas: ketika klub besar di daerah seperti Sumbar menghadapi tekanan tidak hanya dari lawan di lapangan, tetapi juga dari penggemar yang menuntut akuntabilitas. Dalam konteks Liga 1, kepercayaan suporter bisa menjadi aset penting bagi stabilitas klub.
Meski belum ada angka resmi dari manajemen terkait alokasi Rp 217 miliar, episentrum tuntutan ini berada di titik: klub lokal di Sumatera Barat harus menjawab pertanyaan tentang pengelolaan dana dan keterbukaan kepada publik.
Kronologi singkat:
Beberapa hari sebelum pertandingan melawan Borneo FC, Spartacks memulai aksi di tribun dan menuntut transparansi.
Tuntutan berupa agar klub “mencadangkan” Rp 217 miliar, yang kemudian viral di media suporter dan online.
Belum ditemukan resmi dari manajemen mengenai angka detail atau rencana alokasi.
Kasus ini menjadi sorotan karena menggambarkan dinamika baru dalam relasi klub-suporter di Sumbar.
Tuntutan Spartacks terhadap Semen Padang FC membuka refleksi penting bagi sepak-bola di Sumatera Barat: bahwa selain prestasi di lapangan, pengelolaan klub yang sehat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi fondasi bagi kepercayaan publik. Suporter tidak lagi hanya menonton, tapi juga menuntut kejelasan.































