Oleh : Ar Rafi Saputra Irwan
Di tepian Sungai Batanghari, Dharmasraya menyimpan bukan hanya jejak sejarah kerajaan Melayu tua, tetapi juga kekayaan rasa yang jarang dikenal luas: Randang Patin. Jika biasanya rendang identik dengan daging sapi, maka Dharmasraya punya tafsirnya sendiri ikan patin dari sungai yang diolah dengan bumbu rendang khas Minang, menciptakan perpaduan rasa gurih, pedas, dan lemak yang begitu lembut di lidah.
Asal Usul dan Filosofi Randang Patin
Randang Patin lahir dari kearifan lokal masyarakat tepian sungai yang memanfaatkan hasil alam sekitar. Patin, ikan air tawar yang banyak hidup di Batanghari, menjadi bahan utama yang mudah didapat dan bernilai tinggi. Namun, dalam tangan masyarakat Dharmasraya, ikan ini tidak sekadar digoreng atau diasamkan ia diangkat derajatnya menjadi ‘randang’, simbol keuletan dan filosofi hidup orang Minang: sabar, kuat menahan panas, dan kaya rasa setelah melewati proses panjang.
Ciri Khas Randang Patin Dharmasraya
Berbeda dengan rendang sapi yang pekat dan kering, Randang Patin memiliki tekstur lebih lembut dan sedikit berminyak, karena minyak alami keluar dari santan dan lemak ikan saat dimasak perlahan.
Warna: Cokelat keemasan dengan kilau minyak santan.
Aroma: Rempah wangi kuat dari serai, daun jeruk, dan lengkuas berpadu dengan aroma khas ikan sungai.
Rasa: Gurih, pedas lembut, dan sedikit manis alami dari daging patin yang empuk.
Bahan dan Resep Randang Patin Asli Dharmasraya
Bahan utama:
• 1 kg ikan patin segar (potong sesuai selera, bersihkan)
• 1 liter santan kental dari 2 butir kelapa tua
• 2 batang serai, memarkan
• 4 lembar daun jeruk
• 2 lembar daun kunyit
• 2 lembar daun salam
• 1 asam kandis
• Garam dan gula secukupnya
Bumbu halus:
• 10 butir bawang merah
• 6 siung bawang putih
• 5 butir kemiri
• 10 buah cabai merah besar
• 10 cabai rawit (sesuai selera pedas)
• 3 cm lengkuas
• 3 cm jahe
• 2 cm kunyit
• 1 sdt ketumbar sangrai
Cara Memasak Randang Patin
1. Tumis bumbu halus dengan sedikit minyak hingga harum dan matang.
2. Masukkan serai, daun jeruk, daun kunyit, daun salam, dan asam kandis.
3. Tuang santan kental, aduk perlahan agar tidak pecah.
4. Masukkan potongan ikan patin. Masak dengan api kecil.
5. Aduk perlahan sesekali, jangan terlalu sering agar ikan tidak hancur.
6. Masak hingga santan mengering dan berubah warna menjadi cokelat keemasan.
7. Angkat perlahan — Randang Patin siap disajikan.
Cara Penyajian dan Pendamping
Randang Patin biasanya disajikan dengan:
• Nasi putih hangat atau nasi singgang (nasi kukus dengan santan ringan).
• Sambal lado tanak, pucuk ubi rebus, dan ikan salai sebagai pelengkap.
Disajikan di atas daun pisang, aroma rendang patin akan terasa lebih tajam dan menggugah selera.
Jejak Kuliner dan Identitas Daerah
Kini, Randang Patin mulai dipromosikan sebagai ikon kuliner khas Dharmasraya. Pemerintah daerah bersama pelaku UMKM mulai mengemasnya dalam bentuk rendang patin kemasan vakum, agar bisa dinikmati hingga luar daerah. Selain lezat, hidangan ini juga menjadi simbol adaptasi dan kreativitas masyarakat Minangkabau membuktikan bahwa rendang tidak selalu soal daging sapi, tapi soal bagaimana rasa, alam, dan budaya berpadu dalam satu panci.
Penutup
Randang Patin bukan sekadar masakan ia adalah cerita tentang sungai, tanah, dan tangan-tangan perempuan Minang yang sabar mengaduk santan di dapur. Setiap gigitan membawa kita pulang ke tepian Batanghari, ke aroma dapur tradisional Dharmasraya yang hangat dan penuh kenangan.
Inilah Randang Patin rasa yang tumbuh dari air, tapi melekat di hati siapa pun yang mencicipinya.






























