Petani di Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Mukomuko, mengungkapkan bahwa proyek siring irigasi tersier di Desa Arah Tiga (BLP 2 M) dan Desa Ranah Karya (BLP 1 B Kiri) dikerjakan asal-asalan dan tanpa papan informasi proyek. Keluhan itu segera ditanggapi oleh pihak BWS Sumatera VII yang mengakui adanya โkesalahan teknisโ dan menjanjikan perbaikan.
Sejumlah petani menyebut bahwa bangunan siring di lokasi BLP 1 B Kiri tampak miring dan tidak lurus, menyerupai bentuk ular. Di BLP 2 M, mereka menduga cor lantai terlalu banyak pasir dan sedikit semen, bahkan ada campuran tanah, sementara batu split tidak digunakan.
Heriyadi, petani dari Desa Ranah Karya, mengungkap bahwa proyek sudah berjalan hampir satu bulan, tetapi warga tidak tahu detail proyek karena papan nama atau informasi proyek tidak dipasang. Syamsu Anuar, dari Desa Arah Tiga, menambahkan bahwa keluhan telah disampaikan berulang kali ke pengawas, tetapi tidak mendapat respons.
Tim wartawan yang mendatangi lokasi BLP 2 M tak menemukan pekerja atau pengawas, sedangkan di BLP 1 B Kiri hanya ada beberapa pekerja tanpa pengawasan jelas. Papan proyek sama sekali tak terlihat di kedua lokasi.
Menanggapi keluhan, Sumarlin, Ketua Unit Pengelola Irigasi (UPI) Manjuto, membenarkan bahwa proyek tersebut berasal dari BWS Sumatera VII dan dikerjakan secara swakelola. Ia menyatakan bahwa pihaknya sudah turun ke lapangan dan meminta pelaksana memperbaiki bagian yang dianggap tidak sesuai.
Secara spesifik, untuk proyek BLP 2 M, Sumarlin mengakui โkesalahan elevasiโ yang fatal, sehingga bangunan yang ada bakal dibongkar dan dibangun ulang. Dia juga menyampaikan bahwa ketidakhadiran papan informasi jelas melanggar ketentuan proyek publik.
Walaupun demikian, Sumarlin mengingatkan bahwa UPI sendiri tidak memiliki otoritas penuh dalam proyekโfungsi mereka lebih sebagai pengguna irigasi dan koordinator lokal.
Kasus ini tidak hanya soal kualitas proyek, tetapi soal hak petani terhadap transparansi, kontrol publik, dan akuntabilitas penyelenggara. Jika dibiarkan, proyek irigasi yang mestinya menjadi sarana peningkatan hasil pertanian justru bisa menjadi beban baru bagi petani di Mukomuko.