Padang — Pemerintah mengklaim bahwa produksi beras Indonesia tahun 2025 mencetak “rekor tertinggi sepanjang sejarah”. Namun klaim ini masih didasarkan pada proyeksi dari BPS dan prediksi FAO, bukan angka akhir. Sementara itu, cadangan beras pemerintah (CBP) mencatat lonjakan signifikan, mencapai 3,5 juta ton pada Mei 2025 — rekor tertinggi dalam 57 tahun.
Data dan Fakta
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa produksi beras domestik Januari–Oktober 2025 akan mencapai 31,04 juta ton, naik dibanding periode sama tahun lalu sebesar 27,67 juta ton.
Sementara itu, FAO memproyeksikan produksi bisa mencapai 35,6 juta ton tahun ini jika kondisi mendukung.
Cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog tercatat mencapai 3,502,895 ton per 4 Mei 2025 — angka tertinggi sejak data Bulog dimulai tahun 1969.
Lonjakan stok terjadi cepat: dari hanya sekitar 1,7 juta ton pada Januari menjadi lebih dari 3,5 juta ton pada Mei.
Pidato dan Klaim Pemerintah
Dalam pidato di Sidang Umum PBB ke-80, Presiden Prabowo Subianto menyebut bahwa Indonesia kini telah swasembada beras dan akan mengekspor ke negara yang membutuhkan, termasuk Palestina. Ia menyatakan bahwa Indonesia mencatat produksi dan cadangan gabah tertinggi sepanjang sejarah.
Kritik dan Catatan Kritis
Klaim “produksi tertinggi” belum bisa dibuktikan secara penuh karena masih bergantung pada estimasi dan proyeksi, bukan angka produksi final. Di sisi lain, kenaikan cadangan beras memang nyata secara historis — meskipun hal itu belum tentu otomatis menjamin stabilitas pasokan di tingkat daerah. Di Sumatera Barat, daerah yang memiliki potensi pertanian cukup besar, efisiensi distribusi, akses infrastruktur, dan penyimpanan lokal bisa menjadi faktor penentu apakah klaim nasional terasa di lapangan atau tidak.
Pernyataan produksi beras “rekor” membuka harapan — tetapi kenyataannya harus diuji dalam data akhir dan dampaknya di lapangan. Masyarakat Sumbar berhak mempertanyakan: apakah produksi nasional tangguh benar-benar akan sampai ke daerah? Ke depan, transparansi data dan pertanggungjawaban distribusi pangan menjadi kunci agar klaim besar tidak sekadar wacana.