PADANG — Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sumatera Barat menggelar Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Harmonisasi Hukum Adat dan Hukum Positif dalam Bingkai UU No.17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat”, di Hotel Pangeran Beach, Padang, Minggu (12/10/2025).
Acara ini menjadi ajang refleksi penting bagi Sumatera Barat, yang sejak lama dikenal dengan falsafah hidup adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Ketua DPW PKS Sumbar, Ulyadi, menegaskan bahwa kehadiran UU No.17/2022 merupakan momentum berharga untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Minangkabau dalam sistem hukum dan kebijakan publik.
“Kita ingin agar nilai-nilai dan budaya ini betul-betul bisa kita hadirkan dalam kehidupan masyarakat, dan sekarang sudah diakui dalam undang-undang,” ujar Ulyadi.
Pasal 5 Ayat (c) dalam UU tersebut menegaskan bahwa adat dan budaya Minangkabau harus berdasarkan nilai ABS-SBK sesuai adat salingka nagari. Menurut Ulyadi, hal ini bukan hanya pengakuan formal, tetapi pengingat bahwa jati diri masyarakat Sumbar tak bisa dilepaskan dari akar adat dan nilai Islam yang saling melengkapi.
Seminar yang dihadiri berbagai akademisi dan tokoh adat ini juga menyoroti perlunya sinergi antara hukum adat dan hukum positif agar tidak saling bertabrakan dalam praktik pemerintahan daerah.
Sejumlah peserta menilai, harmonisasi itu akan menjadi tantangan nyata ketika adat menghadapi regulasi nasional yang sering kali berwatak seragam dan sentralistik.
Hadirnya undang-undang ini sekaligus membuka ruang dialog baru antara nilai-nilai lokal dan sistem hukum nasional. Di tengah arus modernisasi, masyarakat Minangkabau diingatkan untuk tidak hanya mempertahankan identitas adat di forum-forum seremonial, tetapi juga menerapkannya dalam tata kelola sosial, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari.
Hukum adat bukan sekadar simbol. Ia adalah cermin cara hidup orang Minang.
Dan UU No.17/2022 menjadi pengingat bahwa nilai itu kini resmi kembali diakui oleh negara.