Pemerintah baru saja mengesahkan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2025 yang menetapkan standar kegiatan usaha, tata cara pengawasan, dan sanksi administratif pada perizinan usaha pariwisata berbasis risiko.
Beberapa hari kemudian, publik Sumatra Barat dikejutkan oleh tragedi pasangan bulan madu yang tewas di sebuah penginapan di Solok — kasus yang kini menjadi ujian langsung atas efektivitas regulasi baru ini.
Sepasang suami istri ditemukan tak bernyawa dalam kamar mandi penginapan glamping di Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Istri meninggal, suami kritis. Tragedi ini memicu pertanyaan besar: apakah regulasi baru dalam pariwisata sudah cukup melindungi wisatawan?
Regulasi baru: harapan atau sekadar retorika?
Permenpar No. 6/2025 berlaku sejak 10 Oktober 2025 dan menggantikan Permen sebelumnya. Aturannya mewajibkan semua usaha pariwisata menerapkan standar sesuai klasifikasi usaha dan menjalani pengawasan berbasis risiko, dengan sanksi administratif bagi pelanggar.
Di paparan publik, Kemenpar menyebut regulasi ini bertujuan meningkatkan kualitas, transparansi, dan akuntabilitas usaha pariwisata.
Kronologi tragedi di Solok
Pasangan asal Padang, Gilang (28) dan Cindy (28), menikah tanggal 5 Oktober 2025 dan menginap di lokasi glamping sejak 8 Oktober.
Pada pagi hari 9 Oktober, pelayan datang mengantarkan sarapan dan sempat mendengar respons dari dalam kamar mandi. Namun kunjungan berikutnya tidak mendapat jawaban. Ketika pintu dibuka paksa, keduanya ditemukan tergeletak.
Istri dinyatakan meninggal di Puskesmas Alahan Panjang, suami dirujuk ke RSUD Arosuka dalam kondisi kritis.
Dugaan awal menyebutkan kebocoran gas dari pemanas air di kamar mandi menjadi penyebab keracunan karbon monoksida. Lokasi minim ventilasi memperburuk situasi.
Tantangan pelaksanaan di tingkat daerah
Kasus ini menyorot kesenjangan antara regulasi nasional dan implementasi di lapangan di Sumbar. Standar usaha rendah, pengawasan minim, dan kapasitas aparat pengawas lokal yang belum merata adalah potensi kelemahan.
Terlebih, pelaku usaha wisata di Sumbar — khususnya di wilayah pedalaman seperti Solok — kerap menghadapi kendala biaya dan akses terhadap pemenuhan standar teknis.
Apabila regulasi hanya berhenti di dokumen, korban berikutnya bisa muncul di destinasi lokal lain.
Tragedi bulan madu di Solok menjadi alarm bagi pariwisata Sumatra Barat. Permenpar 6/2025 memang menawarkan kerangka pengawasan dan kewajiban bagi usaha wisata. Namun ujian sesungguhnya bukan saat penetapan regulasi, melainkan ketika kasus nyawa dikorbankan karena kelalaian.
Ke depan, pemerintah daerah Sumbar harus memastikan standar nasional itu benar-benar diimplementasikan, tidak hanya sebagai simbol legalitas.