Jakarta – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menegaskan bahwa proses penertiban dan penagihan denda terhadap perusahaan sawit dan tambang ilegal berjalan sesuai ketentuan. Pernyataan ini menyusul dorongan Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Rahmat Saleh, yang meminta pemerintah mengoptimalkan aset sawit ilegal untuk pemulihan infrastruktur di wilayah terdampak banjir dan longsor di Sumatera.
Satgas PKH menyebut langkah penertiban terus berlangsung. Dari 71 korporasi yang ditindak, 49 perusahaan sawit dikenai denda senilai Rp 9,4 triliun, sementara 22 perusahaan tambang ilegal ditagih sekitar Rp 29,2 triliun. Juru Bicara Satgas PKH, Barita Simanjuntak, menjelaskan sebagian korporasi telah memenuhi kewajiban pembayaran.
“Ada 15 PT sawit yang sudah membayar sekitar Rp 1,7 triliun, dan satu korporasi tambang sudah membayar Rp 500 miliar,” ujar Barita di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (8/12/2025), dikutip dari Kompas.com. Ia menambahkan bahwa sejumlah perusahaan masih mengajukan keberatan dan menjalani verifikasi lanjutan.
Satgas PKH menegaskan tetap membuka ruang dialog, namun hak negara harus menjadi prioritas. Langkah hukum akan ditempuh bila korporasi tidak kooperatif. Hingga 8 Desember 2025, kawasan hutan seluas 3,77 juta hektare telah ditertibkan. Dari jumlah itu, 1,5 juta hektare diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara dan 81.793 hektare kepada Taman Nasional Tesso Nilo, sementara sisanya masih melalui proses klasifikasi.
Dorongan Rahmat Saleh muncul dalam konteks turunnya transfer anggaran pusat dan meningkatnya kebutuhan pemulihan pascabencana. Menurutnya, dana denda sawit dan tambang ilegal dapat menjadi sumber pendanaan realistis bagi perbaikan infrastruktur di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, wilayah yang mengalami kerusakan terparah akibat banjir dan longsor.
“Kita berharap pemerintah menggunakan dana tersebut untuk pemulihan berbagai sektor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat,” ungkap Rahmat, Selasa (9/12/2025). Ia menegaskan komitmennya mendorong langkah tersebut dalam rapat-rapat kerja serta melalui koordinasi lintas kementerian dan partai politik.
Rahmat juga menekankan bahwa masyarakat tidak boleh kembali menanggung beban dari aktivitas ilegal yang selama ini mengambil keuntungan dari kawasan hutan tanpa izin. “Ini kesempatan untuk mengembalikan aset kepada rakyat,” ujarnya.
Dengan perkembangan terbaru dari Satgas PKH, pemanfaatan nilai ekonomi dari aset yang kembali kepada negara menjadi semakin relevan. Bagi masyarakat Sumatera, terutama Sumatera Barat, percepatan realisasi dana denda menjadi harapan agar jalan, jembatan, dan fasilitas publik yang rusak dapat kembali berfungsi. Pada akhirnya, keberhasilan penertiban tidak hanya diukur dari besarnya denda, tetapi dari sejauh mana hasilnya kembali kepada warga yang terdampak.































