SOLOK — Pemerintah Kabupaten Solok dan Kejaksaan Negeri Solok menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) terkait bantuan hukum bidang perdata, tata usaha negara, serta pembinaan dalam program Jaga Nagari. Penandatanganan ini disebut sebagai langkah strategis menuju tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Namun, publik menilai komitmen seperti ini tak boleh berhenti di seremoni semata.
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Bupati Solok Jon Firman Pandu dan Kepala Kejaksaan Negeri Solok Medie pada Jumat (3/10/2025) di Aula Gedung C, Sekretariat Daerah Kabupaten Solok.
Dalam kesempatan yang sama, turut diteken perjanjian kerja sama antara Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Nagari (DPMN) dan Kejaksaan Negeri Solok mengenai pendampingan dalam mitigasi risiko penyalahgunaan serta penguatan Program Jaga Nagari.
Kepala Kejaksaan Negeri Solok, Medie, menegaskan bahwa kerja sama ini adalah bentuk komitmen penegakan hukum yang bersifat preventif. “Kami siap menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam menata dan menjalankan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan,” ujarnya.
Meski begitu, sejumlah pengamat menilai langkah semacam ini perlu diikuti mekanisme akuntabilitas yang jelas.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, menyebut kerja sama antara kejaksaan dan pemerintah daerah sering kali tidak diikuti indikator hasil yang terukur.
“Kalau tidak ada laporan publik berkala atau audit terbuka, kerja sama seperti ini rawan menjadi simbolik saja,” ungkapnya dalam wawancara terpisah (ICW, 2024).
Data ICW tahun 2024 menunjukkan, terdapat 600 lebih kasus korupsi di tingkat daerah dengan kerugian negara mencapai Rp9,2 triliun, di mana sebagian besar pelaku berasal dari unsur pemerintah kabupaten/kota.
Sementara Transparency International mencatat, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2024 hanya 34 dari 100, stagnan sejak 2021.
Artinya, tantangan terbesar bukan di penandatanganan MoU, melainkan di pelaksanaannya.
Program Jaga Nagari bisa menjadi model pengawasan berbasis lokal yang efektif jika benar-benar dijalankan dengan transparansi dan partisipasi masyarakat. Namun, tanpa keterlibatan publik, setiap slogan antikorupsi berisiko menjadi rutinitas administratif belaka.
Langkah Pemkab Solok patut diapresiasi sebagai bentuk kemitraan dengan lembaga penegak hukum. Namun, agar kepercayaan publik tidak menguap, perlu ada tolok ukur kinerja dan laporan terbuka yang bisa diakses masyarakat.
Pemerintah daerah tidak hanya harus “menjaga nagari”, tetapi juga memastikan setiap rupiah uang negara digunakan untuk kemaslahatan masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir elit birokrasi.
Redaksi Sumbar.FYI