Langkah ini dinilai perlu pengawalan lebih lanjut agar penandaan tak hanya jadi papan kosong
PASAMAN BARAT, Sumbar.fyi — Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat mengambil langkah nyata dalam mengamankan aset rest area kawasan Pelabuhan Teluk Tapang dengan memasang 12 patok batas dan 2 papan merek yang mencantumkan status “milik Pemerintah Daerah bersama KPHL Pasaman Raya, Satpol PP, Dinas PUPR, camat Sungai Beremas dan Nagari Air Bangis.”
Dikatakan Kepala Dinas Perhubungan Pasaman Barat, lokasi yang ditandai adalah:
Rest area 1: sisi kanan jalan Bungo Tanjung–Teluk Tapang, km 26,7 (±3 ha)
Rest area 2: sisi kiri jalan, km 37,1 (±3,68 ha)
Langkah ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penggunaan lahan oleh pihak tak berkepentingan, mengingat kawasan tersebut berada dalam izin pinjam pakai kawasan kehutanan dari Kementerian Kehutanan untuk percepatan pembangunan pelabuhan.
Menurut rencana, pembangunan infrastruktur sisi darat Pelabuhan Teluk Tapang akan dimulai pada 2026.
Selain berfungsi sebagai hub logistik di utara Sumbar dan Mandailing Natal, kawasan ini juga memiliki potensi dikembangkan sebagai objek wisata maritim.
Perspektif Kritis & Catatan Tambahan
- Simbolik vs substansi
Pemasangan patok dan plank bisa saja hanya langkah simbolik jika tidak dibarengi pengawasan dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan. Banyak kasus aset daerah “hilang” karena lemahnya pengelolaan di lapangan. - Izin pinjam pakai tak sama dengan hak kepemilikan
Izin pinjam pakai kawasan kehutanan memberi ruang penggunaan sementara. Tanpa pengalihan hak, status lahan bisa kembali dipersengketakan. - Perlu informasi publik dan transparansi
Pemkab harus membuka dokumen izin, peta batas, rencana pembangunan, dan mekanisme pengawasan agar masyarakat mengetahui hak dan batasannya. - Risiko konflik lahan meningkat
Di masa pertumbuhan infrastruktur, konflik lahan di banyak daerah sering terjadi karena tumpang tindih kepemilikan. Tanpa mitigasi di awal, potensi sengketa bisa merugikan publik.
Langkah penandaan aset oleh Pemkab Pasaman Barat memang langkah positif — tapi lebih urgen adalah memastikan kepastian hukum, pengawasan terukur, dan partisipasi publik. Tanpa itu, patok bisa jadi hanya simbol kosong.
Bagaimana menurut Anda, apakah langkah ini cukup untuk melindungi aset daerah? Apakah masyarakat berhak tahu detail izin dan peta batas? Tuliskan pendapat Anda di kolom komentar di sumbar.fyi Kami harap rilis ini dapat menjadi acuan diskusi publik—bukan sekadar berita lewat.