Pemerintah resmi menerapkan kebijakan penghapusan tunggakan atau “pemutihan” iuran BPJS Kesehatan. Langkah ini ditujukan bagi peserta yang tergolong miskin dan kini beralih menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau ditanggung pemerintah daerah.
Kebijakan ini diharapkan menjadi titik balik bagi jutaan warga yang selama ini terputus dari layanan kesehatan akibat beban tunggakan iuran.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, total tunggakan peserta mencapai lebih dari Rp10 triliun, dengan sekitar 23 juta peserta masih memiliki kewajiban yang belum terbayar. Mayoritas penunggak berasal dari segmen peserta mandiri (PBPU), terutama dari pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang terdampak situasi ekonomi beberapa tahun terakhir.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut bahwa penagihan terus-menerus terhadap peserta tidak mampu tidak akan efektif. “Bagi masyarakat yang benar-benar tidak memiliki kemampuan membayar, kebijakan ini menjadi awal baru agar mereka bisa kembali mengakses layanan kesehatan,” ujarnya.
Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk semua. Pemerintah menetapkan sejumlah syarat ketat, antara lain:
1. Peserta telah beralih status kepesertaan dari mandiri menjadi PBI atau ditanggung pemerintah daerah.
2. Peserta terdaftar dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai warga miskin.
3. Pemutihan hanya berlaku untuk maksimal tunggakan 24 bulan; sisa di luar itu tetap wajib dibayar.
Bagi peserta di luar kriteria tersebut, satu-satunya cara untuk mengaktifkan kembali kepesertaan adalah dengan melunasi tunggakan melalui kanal resmi BPJS Kesehatan.
Sudut Pandang Lokal (Sumatera Barat):
Di Sumatera Barat, kebijakan ini berpotensi membantu ribuan keluarga miskin yang sebelumnya kesulitan mengakses rumah sakit karena status kepesertaan nonaktif. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempercepat validasi data warga miskin agar tidak ada yang terlewat dari program ini.
Masalah tunggakan iuran juga mencerminkan kesenjangan sosial-ekonomi di daerah, terutama bagi pekerja informal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Banyak di antaranya adalah pedagang kecil dan petani yang masih berjuang menata ekonomi pasca-pandemi.
Pemutihan iuran BPJS Kesehatan bukan sekadar kebijakan administratif. Ia menjadi ujian nyata bagi negara dalam menjamin hak kesehatan warganya, terutama mereka yang hidup di batas kemampuan ekonomi.
Namun, tanpa penguatan data dan komitmen daerah, semangat pemutihan bisa berubah sekadar penambal sementara di atas persoalan lama.





























