Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, tengah mempersiapkan langkah penting: menurunkan status kawasan seluas 167 hektare dari Hutan Produksi Tetap (HPT) menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Langkah ini untuk mendukung pengembangan Pelabuhan Teluk Tapang sebagai zona ekonomi dan pelabuhan ekspor baru.
Menurut Bupati Pasaman Barat, H. Yulianto, perubahan status tersebut “mutlak agar pembangunan pelabuhan berjalan sesuai aturan”. Tahap sebelumnya telah menyetujui perubahan kawasan dari Hutan Lindung (HL) ke HPT; kini proses menuju APL sedang dijalankan.
Pengembangan ini memiliki konteks ekonomi yang lebih luas. Kawasan Teluk Tapang dianggap strategis karena akses laut langsung menuju Samudera Hindia dan letaknya yang relatif dekat dengan wilayah produksi sawit di Pasaman Barat serta potensi tambang lokal.
Dari dokumen survei yang dilaporkan, akses logistik ke Teluk Tapang hanya memakan waktu sekitar 2,5 jam dari pusat Pasaman Barat—lebih pendek dibanding menuju pelabuhan alternatif.
Meski demikian, isu perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan ekonomi memunculkan pertanyaan terkait dampak lingkungan dan masyarakat pesisir. Pengalihan fungsi hutan dapat mengubah kondisi ekosistem lokal dan memunculkan konflik antara pembangunan ekonomi dengan konservasi.
Khusus di sumatera barat, dimana komunitas pesisir dan hutan mempunyai keterkaitan sosial-kultural, perubahan seperti ini menjadi penting untuk dikawal agar tidak hanya mengejar angka investasi, tetapi juga memastikan keberlanjutan dan keadilan sosial.
Perubahan status lahan ini menunjukkan orientasi jelas Pemkab Pasaman Barat dalam menjadikan Teluk Tapang sebagai pelabuhan utama kawasan barat Sumatera dan titik akselerasi ekonomi lokal. Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan juga ujian bagaimana pembangunan di Sumatera Barat bisa berlangsung tanpa kehilangan aspek lingkungan dan sosial.































