Wali Kota Padang, Fadly Amran, di hadapan jajaran OPD dan insan pers pada pelantikan pengurus PJKIP (6 Oktober 2025) menegaskan bahwa Kota Padang akan dibangun sebagai “kota informatif” nasional. Namun skeptisisme publik terhadap realisasi keterbukaan informasi tetap tinggi mengingat banyaknya keluhan akses data yang terhambat selama ini.
Padang, 6 Oktober 2025 — Pelantikan pengurus PJKIP Kota Padang masa bakti 2025–2027 berlangsung di Gedung Youth Center Bagindo Aziz Chan disambut oleh Wali Kota Fadly Amran, Ketua DPRD Padang Muharlion, Ketua KI Sumbar Musfi Yendra, dan tokoh pers lokal.
Dalam sambutannya, Fadly menyampaikan bahwa keterbukaan informasi adalah fondasi pemerintahan yang transparan dan akuntabel. “Saya bersama OPD berkomitmen menjadikan Padang kota informatif. Semangat transparansi publik harus menjadi gerak nyata,” tegasnya.
Fadly juga mengajak masyarakat memberikan kritik sebagai cermin evaluasi kinerja OPD. Namun, sejumlah jurnalis menyatakan bahwa selama ini mereka sering menemui hambatan saat meminta data atau klarifikasi, terutama terkait anggaran dan proyek publik. Beberapa OPD disebut lamban merespons dan cenderung bersikap tertutup (wawancara redaksi).
Ketua PJKIP Padang, Yuliadi Chandra, menyebut bahwa rangkaian empat diskusi publik akan digelar dari Oktober hingga Desember 2025 untuk memperkuat keterbukaan informasi: pertemuan pertama sudah direncanakan bersamaan dengan pelantikan. Tema yang diusung: “Padang Informatif dan Komisi Informasi Kota Padang, Apakah Bisa?”
Menurut Yuliadi, agenda diskusi akan melibatkan narasumber dari Forkopimda, DPRD, OPD, hingga insan pers. Beliau menegaskan bahwa keterbukaan informasi bukan sekedar slogan, melainkan mekanisme agar masyarakat terlibat mengawal pembangunan secara real time.
Namun, kritik hingga kini masih muncul dari publik dan media lokal:
Tidak semua OPD memiliki budaya responsif terhadap permohonan data.
Beberapa data dalam portal PPID Pemko Padang terkesan belum mutakhir atau tidak lengkap.
Transparansi tidak hanya soal mengumumkan informasi, tetapi soal kemudahan akses, kecepatan respons, serta akuntabilitas instansi.
Pemerintah Kota Padang memang selama ini mempromosikan gagasan “kota pintar / smart city”, di mana transparansi dan layanan digital menjadi bagian integral. Namun, filosofinya harus diterjemahkan dalam praktik agar tidak sekadar pencitraan.
Janji “kota informatif” oleh Wali Kota punya potensi signifikan untuk memperkuat akuntabilitas publik, tetapi tantangan struktural sudah tampak: lemahnya mekanisme internal OPD, mentalitas birokrasi tertutup, dan kurangnya insentif bagi instansi yang terbuka. Jika dalam 3–6 bulan ke depan akses informasi masih terhambat, publik berhak menuntut agar jargon ini menjadi evaluatif, bukan sekadar retorika politik.
Momentum pelantikan PJKIP harus menjadi titik awal agenda keterbukaan yang terukur dan diawasi publik. Sumbar.fyi mengajak warga Padang untuk aktif menuntut akses data dan melaporkan hambatan yang dijumpai. Transparansi bukan hak satu pihak, melainkan panggilan kolektif warga.