PADANG – Nelayan di pesisir Kota Padang terpaksa berhenti melaut selama lebih dari satu minggu karena laut yang biasanya bersih kini dipenuhi gelondongan kayu besar setelah banjir bandang akhir November 2025. Kayu-kayu itu keluar dari muara sungai dan terus menumpuk di laut, menghalangi perahu-perahu kecil untuk bergerak bebas.
Menurut nelayan di Pantai Patenggangan, ukuran kayu yang mencapai diameter 60–90 cm membuat sampan berisiko rusak jika dipaksa menerjangnya. Akibatnya, sekitar 150 nelayan di kawasan itu tak bisa bekerja, sedangkan penghasilan harian yang biasa mereka dapatkan sekitar Rp50 000–Rp150 000 kini lenyap. Banyak dari mereka yang terpaksa berutang ke toko kelontong setempat demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ahli kelautan dari Universitas Bung Hatta menjelaskan dampak kayu besar dan lumpur yang terbawa banjir tak hanya menghambat aktivitas nelayan, tetapi juga mengancam ekosistem laut. Lumpur yang terlarut mengurangi cahaya matahari yang dibutuhkan fitoplankton, serta mengikat logam berat dan bahan kimia dari daratan. Hal ini berpotensi mempercepat kerusakan terumbu karang dan mengubah kualitas perairan pesisir.
Situasi ini juga memperlihatkan hubungan erat antara peristiwa ekstrem di darat dan kehidupan masyarakat pesisir. Aktivitas pembalakan liar di hulu sungai dan deforestasi massif di kawasan hutan lindung berdampak langsung pada aliran kayu yang terbawa banjir dan menumpuk di laut. Aktivitas itu ikut memperlambat aliran air dan memperparah kerusakan ketika hujan lebat melanda.
Masalah ini menjadi cerminan tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya alam di Sumatera Barat. Ketergantungan terhadap lingkungan yang rapuh menunjukkan perlunya penanganan terpadu pada hulu dan hilir, terutama dengan adanya bukti empiris bahwa perubahan lahan dan lemahnya penegakan aturan memperburuk dampak bencana.
Peristiwa ini bukan sekadar berita lokal semata. Ia membuka ulang diskusi publik tentang perlunya tata kelola ruang hidup nelayan, pelestarian hutan hulu sungai, dan mitigasi risiko bencana secara sistematis. Tantangan ini kian terasa ketika laut yang semestinya menjadi sumber kehidupan justru berubah menjadi rintangan terbesar nelayan Padang.































