Padang, Sumbar.fyi — Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat sudah memulai proses pemberhentian Kepala SMKN 1 Tanjung Raya, atas desakan warga dan guru di sekolah tersebut. Proses ini terungkap setelah publik diguncang berita aksi warga menuntut pencopotan Kepala Sekolah Kamroni Purnamera.
ANTARA News Sumbar
Sejak Desember 2024, ratusan warga, alumni, ninik mamak, dan guru melakukan aksi di SMKN 1 Tanjung Raya menuntut kepala sekolah diganti. Aksi mereka menuding bahwa Kamroni Purnamera telah melecehkan masyarakat, menciptakan konflik internal guru-siswa, dan menurunkan minat siswa baru ke sekolah tersebut.
Dalam aksi itu, tokoh masyarakat Buya Rusdi menyampaikan bahwa kepemimpinan Kamroni selama ini dianggap merusak iklim sekolah dan mendiskreditkan nama baik masyarakat lokal. Warga menyatakan bahwa jumlah siswa baru tiap tahun terus menurun secara signifikan sejak masa kepemimpinannya.
Polres Agam ikut turun tangan dengan menurunkan sekitar 60 personel untuk mengamankan aksi demonstrasi agar tetap kondusif.
Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, Suryanto, menyatakan bahwa pihaknya menerima aspirasi masyarakat dan akan mengikuti mekanisme pemberhentian sesuai regulasi.
Kepala Cabang Dinas 1 Dinas Pendidikan Sumbar, Wiilya Zuwerni, mengatakan tuntutan pencopotan sudah diteruskan ke Dinas Pendidikan Sumbar karena kewenangan tersebut tidak ada di cabang dinas.
Setiap tindakan pemberhentian pejabat sekolah harus melalui prosedur formal: evaluasi, pemeriksaan dugaan pelanggaran, dan rekomendasi. Hingga saat ini, belum ditemukan pernyataan publik apakah Kamroni telah diberi kesempatan pembelaan atau sidang etik.
Masalah ini mencuat ke publik bukan sekadar soal “pencopotan kepala sekolah”, melainkan soal akuntabilitas dalam kepemimpinan lembaga pendidikan dan perlindungan reputasi masyarakat lokal. Jika memang ada pelecehan nama baik atau perlakuan buruk terhadap guru dan siswa, maka proses pemberhentian menjadi langkah penting, bukan sekadar reaksi politik.
Namun, yang patut dipertanyakan:
• Apakah proses evaluasi dan pembelaan Kamroni sudah adil dan transparan?
• Sejauh mana peran pengawas internal di Dinas Pendidikan Sumbar dalam mencegah konflik di sekolah?
• Jika banyak warga dan guru menolak kepemimpinannya, mengapa respons pihak berwenang lambat?
Fenomena ini memperingatkan kita bahwa sekolah bukan institusi yang kebal kritik. Apalagi dalam konteks Sumatera Barat, di mana ikatan kultural masyarakat sangat kuat, pelecehan nama baik terhadap komunitas lokal bisa jadi lebih menyulut kemarahan publik daripada isu struktural.
Dinas Pendidikan Sumbar menghadapi tekanan publik: tidak cukup hanya menindaklanjuti proses pencopotan, tapi juga memastikan proses tersebut adil, transparan, dan komunikatif agar kepercayaan publik tidak terkikis. Warga dan pengamat pantas menuntut keterbukaan proses, agar keputusan yang diambil bukan sekadar penepian konflik, tapi langkah pemulihan bagi sekolah dan komunitas.
Dinas Pendidikan Sumbar perlu membuktikan bahwa pendidikan di Sumbar benar-benar menjunjung nilai demokrasi dan keadilan, bukan proteksi pejabat semata.