Lubuk Basung, Kompas — Puluhan siswa di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mengalami dugaan keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Total 46 siswa dirawat di RSUD Lubuk Basung pada 1–2 Oktober 2025 dengan gejala mual, pusing, dan diare.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, bersama Bupati Agam Benni Warlis meninjau langsung kondisi korban, Kamis (2/10/2025). “Alhamdulillah, kondisi anak-anak sudah berangsur membaik. Beberapa sudah diperbolehkan pulang, sebagian masih menjalani perawatan,” kata Mahyeldi.
Menurut data RSUD Lubuk Basung, sebanyak 28 siswa masuk IGD pada 1 Oktober, dengan 24 orang harus dirawat inap. Keesokan harinya, 18 siswa kembali masuk IGD, 16 menjalani rawat jalan, satu dirawat inap, dan satu lainnya masih di ruang gawat darurat. Dari total pasien rawat inap, lima orang telah pulang pada 2 Oktober.
Mahyeldi menegaskan kasus ini tidak boleh terulang. Ia meminta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) meningkatkan koordinasi dengan dinas kesehatan dan pemerintah daerah. “Kebersihan dan kelayakan makanan harus diperhatikan dari hulu ke hilir. Mulai dari bahan baku, dapur, proses memasak, hingga distribusi,” ujarnya.
Bupati Agam, Benni Warlis, menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh. “Keselamatan anak-anak adalah prioritas. Kami akan memperketat pengawasan agar hal ini tidak terulang,” katanya.
Program MBG sendiri merupakan inisiatif pemerintah pusat untuk menyediakan makanan sehat gratis bagi pelajar, terutama dari keluarga kurang mampu. Namun, kasus di Agam menambah catatan kritik terhadap implementasi program ini.
Sejumlah laporan sebelumnya, baik dari media lokal maupun nasional, menunjukkan bahwa program MBG kerap menghadapi masalah teknis di lapangan, mulai dari kualitas bahan pangan hingga distribusi yang tidak selalu memenuhi standar higienitas. Pemerhati pendidikan dan kesehatan masyarakat menilai pemerintah harus lebih serius dalam melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG.
Tanpa perbaikan sistemik, tujuan mulia meningkatkan gizi siswa berisiko tercederai oleh lemahnya pengawasan. “Program seperti ini tidak boleh sekadar simbolik atau seremonial. Anak-anak bukan objek uji coba,” ujar salah seorang pemerhati kesehatan masyarakat yang dikonfirmasi Kompas.
Hingga kini, sebagian besar korban telah menunjukkan pemulihan. Namun, kasus di Agam menjadi peringatan keras bagi penyelenggara program MBG agar tidak mengabaikan standar mutu pangan. Jika tidak, program yang digadang-gadang sebagai solusi gizi bisa justru menjadi ancaman baru bagi kesehatan pelajar.