PADANG – Provinsi Sumatera Barat mengalami inflasi tahunan (year on year) sebesar 4,52 % pada Oktober 2025, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) di angka 111,04. Kepala BPS Sumbar, Sugeng Arianto, menyebut bahwa inflasi tertinggi terjadi di kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) yakni 6,67 %, IHK 113,33. Sementara kota Kota Padang mencatat angka terendah sebesar 3,90 %, IHK 110,32.
Secara bulanan (month to month), Sumbar mencatat inflasi 0,40 % pada Oktober. Sedangkan inflasi year to date (y-to-d) hingga Oktober sebesar 3,87 %. Menurut Sugeng, salah satu pendorong utama adalah kenaikan harga bahan pangan di pasar tradisional. Selain itu, BPS Sumbar juga mencatat bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) di Oktober berada pada angka 126,37, turun 2,92 % dibanding bulan sebelumnya; dan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) sebesar 131,05, turun 3,39 %.
Dari subsektor-subsektor pertanian, NTPP (tanaman pangan) tercatat 103,88; NTPH (hortikultura) 150,54; NTPR (perkebunan rakyat) 152,19; NTPT (peternakan) 102,76; dan NTPN (perikanan) 99,93 (dalam hal ini: perikanan tangkap 106,79 dan budidaya 94,69).
Data ini menjadi sinyal penting bagi masyarakat Sumbar, khususnya di Pasbar dan wilayah pedalaman yang menghadapi lonjakan biaya hidup lebih tinggi daripada kota seperti Padang. Ketimpangan laju inflasi antarkawasan provinsi menunjukkan bahwa akses ke pasokan, logistik, dan distribusi pangan masih menjadi tantangan kritis di daerah.
Angka inflasi yang mencuat di Pasaman Barat dan lebih terkendali di Kota Padang memberi gambaran jelas bahwa, meski dalam satu provinsi, pengalaman ekonomi warga dapat sangat berbeda. Peristiwa ini mengingatkan bahwa upaya pengendalian harga dan pemerataan distribusi pangan harus diintensifkan agar masyarakat tidak terbeban disparitas ekonomi antarwilayah.































