Padang, Sumbar. — Buya Mahyeldi Ansharullah membatalkan resepsi pernikahan anaknya yang sedianya digelar tanggal 6–7 Desember 2025 di Padang. Pembatalan ini ia ambil sebagai penghormatan terhadap masyarakat Sumatera Barat yang tengah berduka.
Keputusan itu datang di tengah suasana berkabung warga. Resepsi semula dirancang meriah, namun kondisi duka bersama membuat resepsi dianggap “tidak tepat dan akan menyakiti banyak hati”.
Menurut pernyataan resmi keluarga, langkah ini diambil atas kesepakatan bersama. Mereka menyadari bahwa kebahagiaan pribadi tidak bisa dibiarkan mengabaikan rasa kehilangan kolektif.
Pembatalan tersebut mendapat respons hangat dari banyak warga. Mereka melihatnya sebagai tindakan empati dan tanggung jawab moral pemimpin terhadap kondisi sosial.
Namun, keputusan ini juga membuka diskusi penting: apakah elitisasi acara resepsi keluarga pejabat seharusnya selalu mempertimbangkan kondisi masyarakat sekitar? Bagi banyak orang di Sumbar, resepsi besar di masa duka bisa terasa seperti ketidakpahaman terhadap keadaan warga.
Sebagai akibat dari keputusan itu, rencana pesta pernikahan dibatalkan — tanpa diganti dengan acara besar. Sebagai gantinya, keluarga memilih merayakan dalam suasana yang lebih sederhana, atau menunda, hingga saat yang lebih pantas.
Langkah pembatalan resepsi ini memperlihatkan bahwa dalam situasi duka kolektif, sikap empati dan tanggung jawab sosial harus diprioritaskan — bahkan jika itu berarti menanggalkan kemeriahan. Peristiwa ini menjadi cermin bagi pejabat dan publik Sumbar bahwa kemewahan pribadi tidak boleh mengabaikan nyawa dan perasaan bersama.































