Padang, Sumatera Barat — Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, secara resmi membuka FINEST 2025 (Forum Ilmiah Neurologi Sumatera) pada Sabtu, 4 Oktober 2025, bertempat di Hotel ZHM Premiere Padang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh PERDOSNI (Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia) bekerja sama dengan Departemen Neurologi Universitas Andalas dan RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam sambutannya, Mahyeldi mengangkat urgensi profesi dokter neurologi (dokter saraf) dalam menjaga kualitas hidup masyarakat, terutama di tengah meningkatnya kasus penyakit sistem saraf seperti stroke, demensia, dan gangguan neurologis lainnya.
“Dengan hanya sekitar 2.700 dokter spesialis neurologi di Indonesia saat ini, rasio layanan neurologi jauh dari ideal — satu dokter saraf harus menjangkau rata-rata lebih dari 100.000 masyarakat,” ujar Mahyeldi, mengutip data dari Kementerian Kesehatan yang menyebut jumlah eksisting dokter neurologi nasional sebanyak 2.715 orang.
Ketimpangan Distribusi dan Tantangan Layanan
Data dari e-Planning Direktorat Jenderal SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini terdapat 2.715 dokter neurologi aktif untuk populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 284 juta jiwa. Rasio ini berada pada tingkat 0,01 per 1.000 penduduk, jauh di bawah target ideal yang diharapkan.
Sementara itu, media Katadata juga mencatat bahwa dari daftar 10 jenis spesialis paling banyak, spesialis saraf/neurologi menempati angka 2.732 orang, memperkuat bahwa para dokter neurologi memang tergolong langka.
Menurut Perdosni, meskipun jumlahnya terbilang “cukup” (sekitar 2.631-2.700), distribusinya sangat tidak merata: banyak provinsi, terutama daerah terpencil, kekurangan dokter neurologi sama sekali. Ketua Umum Perdosni pernah menyebut bahwa tantangan terbesar bukan jumlah mutlak, melainkan persebaran dan sarana/prasarana pendukung layanan neurologi di daerah.
Mahyeldi menekankan bahwa kebutuhan dokter saraf akan makin meningkat di masa depan. Dengan meningkatnya harapan hidup, perubahan gaya hidup (stres, kurang tidur, konsumsi teknologi), serta tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular dan metabolik yang memiliki dampak neurologis, maka kapasitas layanan neurologi harus diperkuat.
“Kita tidak boleh hanya mengejar angka—kita harus memastikan dokter saraf hadir di setiap kabupaten, di setiap rumah sakit daerah. Jika sumber daya ada tetapi aksesnya timpang, kita gagal dalam memberikan keadilan layanan kesehatan,” kata Mahyeldi.
FINEST 2025: Forum Ilmiah dan Pelatihan untuk Masa Depan Neurologi
FINEST 2025 yang berlangsung 2–5 Oktober mengusung tema “Experience, Challenges, and New Trends in Neurology”. Forum ini diikuti oleh dokter neurologi, dokter umum, PPDS (residen), dan mahasiswa kedokteran dari berbagai provinsi di Sumatera dan Indonesia secara keseluruhan.
Rangkaian acara meliputi:
Simposium ilmiah dengan topik stroke, neuroimaging, neurobehavior, epilepsi, demensia, dan lain-lain
Workshop keterampilan klinis seperti ANLS (Advanced Neurological Life Support), Carotid Doppler, Transcranial Magnetic Stimulation (TMS), serta neurobehavior test & fit & proper test
Kompetisi ilmiah berupa presentasi oral dan e-poster bagi dokter dan peneliti muda
Diskusi kebijakan, penelitian, dan strategi pemerataan layanan neurologi di Indonesia
Melalui forum ini, para tenaga medis dapat berbagi hasil riset terbaru, pengalaman klinis, dan strategi intervensi yang aplikatif di dunia nyata.
“Sumatera Barat siap menjadi salah satu pusat pengembangan neurologi di kawasan barat Indonesia,” tegas Mahyeldi. “Kita ingin agar keluarga di pelosok nagari tak perlu dirujuk jauh hanya karena gangguan saraf, dokter saraf hadir di dekat mereka.”
Dengan angka sekitar 2.700 dokter neurologi nasional yang tersebar tidak merata, dan beban kesehatan otak masyarakat yang terus bertambah, FINEST 2025 menjadi panggung strategis untuk memperkuat kolaborasi antara profesi medis, akademisi, dan pemerintah daerah.
Acara ini diharapkan menyebarkan inspirasi dan komitmen kolektif: bahwa layanan neurologi bukan kemewahan, tetapi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat Indonesia.