PADANG — Pembangunan Fly Over Sitinjau Lauik senilai Rp2,793 triliun menghadirkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Sumatera Barat. Jalan layang raksasa yang akan membentang di atas jurang dan tikungan maut Sitinjau Lauik itu dibangun sepenuhnya menggunakan semen produksi PT Semen Padang — perusahaan legendaris yang berdiri di Bukit Indarung lebih dari seabad lalu.
Ironis dan sekaligus membanggakan, jarak antara pabrik Semen Padang dengan lokasi proyek di kawasan Lubuk Kilangan hanya sekitar lima kilometer. Dari tempat bahan baku digali hingga ke lokasi pengecoran tiang fly over, semuanya masih berada di satu bentangan perbukitan Sitinjau Lauik.
“Ini bisa jadi proyek besar dengan jarak distribusi semen paling pendek di Indonesia,” ujar seorang pekerja di lokasi sambil tersenyum.
Melalui komitmen resmi, PT Semen Padang dipercaya memasok seluruh kebutuhan semen untuk proyek ini, sebanyak 10.000 hingga 12.000 ton. Artinya, jalan layang itu benar-benar berdiri di atas tulang tanah Minang sendiri.
Solusi untuk Tikungan Maut
Fly Over Sitinjau Lauik dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dengan PT Hutama Panorama Sitinjau Lauik (HPSL) sebagai pelaksana proyek. Pembangunan ditargetkan selesai dalam 2,5 tahun dengan masa operasi selama 10 tahun.
Kawasan Panorama I Sitinjau Lauik selama ini dikenal sebagai jalur ekstrem dan rawan kecelakaan di Sumatera Barat. Berdasarkan penilaian risiko, daerah ini termasuk zona bahaya tinggi, sehingga dibutuhkan solusi teknis berupa perubahan geometrik jalan dengan membangun jalur layang yang memenuhi standar keselamatan nasional.
Kebanggaan Industri Lokal
Lebih dari sekadar proyek infrastruktur, fly over ini juga simbol kemandirian ekonomi daerah. Semen Padang — industri kebanggaan Ranah Minang — kembali menjadi bagian penting dari pembangunan di kampung halamannya sendiri.
“Proyek ini adalah contoh bagaimana pembangunan nasional bisa berpijak dari kekuatan lokal. Semennya dari Padang, gunungnya dari Padang, manfaatnya untuk Sumatera Barat,” ujar seorang pejabat Kementerian PUPR saat peninjauan.
Dengan skema KPBU, proyek ini diharapkan berjalan efisien, cepat, dan memberi dampak ekonomi langsung bagi warga sekitar — mulai dari serapan tenaga kerja lokal hingga peningkatan akses logistik di jalur Padang–Solok.
Simbol Masa Depan Infrastruktur Minang
Jika kelak berdiri megah, Fly Over Sitinjau Lauik bukan hanya jembatan penghubung dua lereng bukit, tapi juga penghubung antara masa lalu industri Minang dan masa depan infrastruktur Sumatera Barat.
Dari tanah Indarung ke langit Sitinjau, proyek ini menegaskan satu hal: kemandirian bukan sekadar slogan, tapi fondasi nyata yang bisa dibangun dari tanah sendiri.
Ridwan Syafrullah – Sumbar FYi































