Data warga terdampak bencana di Kota Padang kembali berubah dalam tiga hari terakhir. Ketidakpastian ini membuat penanganan bantuan menjadi lambat dan membingungkan masyarakat yang membutuhkan dukungan cepat.
Mulyadi Muslim, Ketua DPD PKS Kota Padang sekaligus Anggota DPRD Kota Padang, menilai perubahan data ini menunjukkan lemahnya manajemen penanggulangan bencana oleh pemerintah daerah. Ia menyebut data harus akurat sejak awal karena menyangkut kebutuhan dasar warga.
BPBD Sumbar sebelumnya merilis bahwa hingga awal pekan lalu, lebih dari 6.000 warga di Kota Padang terdampak bencana hidrometeorologi, termasuk banjir bandang dan longsor. Namun angka tersebut direvisi beberapa kali sesuai verifikasi lapangan. BNPB juga menegaskan bahwa data korban dan pengungsi harus melalui proses validasi berlapis untuk menghindari tumpang tindih bantuan.
Dinas sosial dan kecamatan disebut belum memiliki sistem pendataan terpadu yang cepat. Akibatnya, ada warga yang melapor dua kali, ada yang belum masuk pendataan, dan ada yang masih menunggu kepastian status rumah mereka.
Di tingkat lokal Sumatera Barat, masalah pendataan bukan hal baru. Setiap bencana, warga kerap mengeluhkan bantuan yang tidak merata karena data berubah-ubah. Kondisi ini kembali muncul saat Padang menghadapi bencana terakhir.
Mulyadi menegaskan bahwa kualitas pelayanan publik di masa krisis tidak boleh sekadar seremonial. “Alat ukur kesuksesan pemerintah adalah pelayanan, bukan penghargaan,” ujarnya.
Ketika warga masih sibuk membersihkan rumah dari lumpur, pemerintah seharusnya memastikan satu hal: data tidak boleh berubah lebih cepat dari air bah. Tanpa kepastian, semua langkah pemulihan akan berjalan lebih pelan dari yang seharusnya.






























