PADANG – Sejumlah atlet pelajar dari provinsi Sumatera Barat menyatakan tak memiliki biaya untuk berangkat ke Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) 2025, yang menjadi puncak ajang olahraga tingkat pelajar nasional. Peristiwa ini memunculkan sorotan tajam terhadap janji pembinaan olahraga yang selama ini dilontarkan namun belum terbukti dalam realitas.
Menurut laporan, meski beberapa cabang olahraga sempat mengikuti pra-POPNAS, banyak atlet pelajar dikabarkan tak ikut karena tidak ada pendanaan yang memadai dari pemerintah daerah atau pengurus olahraga. Situasi ini dinilai sebagai “cermin buram pembinaan jangka panjang” oleh pengamat olahraga regional.
Dari sisi struktur, provinsi ini memang memiliki potensi besar dalam olahraga sekolah menengah, namun hambatan biaya untuk ajang nasional kembali menunjukkan adanya defisit antara retorika dan implementasi. Salah satu atlet pelajar yang enggan disebut nama menyebut: “Kami siap bertanding, tetapi bagaimana jika ongkos kami sendiri yang tidak ada?”
Pengurus olahraga daerah di Sumbar hingga berita ini ditulis belum merilis angka pasti berapa atlet yang batal berangkat atau besaran anggaran yang disediakan. Namun, aspirasi dari lapangan cukup gamblang: pembinaan yang dijanjikan belum menjangkau realitas kebutuhan anak-pelajar.
Sementara itu, pengamat olahraga yang diwawancarai mengingatkan bahwa ajang POPNAS adalah bagian penting dari pembinaan atlet muda sebagai investasi jangka panjang. Kegagalan mengikutkan atlet dalam POPNAS bukan sekadar kehilangan medali, tetapi juga menunda kemajuan sistem pengembangan olahraga di daerah.
Di ranah Minangkabau, budaya semangat dan kebersamaan sering dijunjung tinggi. Namun, ketika anak-pelajar berbakat harus menceritakan bahwa mereka “tak punya ongkos untuk bertanding”, maka semangat itu terancam menjadi retorika. Ke depan, diperlukan evaluasi nyata terhadap distribusi dana, transparansi pengelolaan, serta pemantauan progres pembinaan olahraga pelajar oleh pemerintah provinsi, cabang olahraga, dan sekolah.
Akhirnya, peristiwa ini menjadi pengingat bahwa janji pembinaan saja tidak cukup. Atlet pelajar Sumbar layak mendapatkan akses yang adil dan konkret untuk mewujudkan potensi mereka — bukan hanya sebagai simbol.































