Jorong Lubuak Rasam, Nagari Surian, Kecamatan Pantai Cermin—Warga di kawasan terpencil ini kembali menanggung beban saat jenazah seorang guru terpaksa ditandu sejauh sekitar 14 kilometer karena akses jalan yang rusak parah dan tidak dapat dilalui kendaraan roda empat.
Menanggapi video viral tersebut, Bupati Solok Jon Firman Pandu menyampaikan klarifikasi melalui akun TikTok pribadinya bahwa pembangunan jalan ke Lubuak Rasam belum dapat dilaksanakan karena status wilayah yang berada dalam kawasan hutan lindung. “Kalau jalan itu kita bangun begitu saja, pemerintah daerah justru bisa dikenai sanksi hukum,” ujarnya. Ia menyebut bahwa sesuai PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, setiap pembangunan di kawasan hutan lindung harus memperoleh izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Fakta lapangan memperlihatkan bahwa warga Lubuak Rasam harus menempuh waktu hingga sekitar lima jam untuk menempuh jarak 14 kilometer menuju pusat Nagari Surian—medan menanjak dan jalan berlumpur membuat kendaraan roda empat tak dapat melalui, warga hanya mengandalkan sepeda motor trail.
Masalah ini bukan fenomena baru. Sejak era Bupati Gamawan Fauzi hingga Epyardi Asda, upaya membuka akses ke wilayah tersebut selalu terhambat oleh status hukum kawasan hutan lindung—menunjukkan bahwa kondisi isolasi ini bersifat struktural, bukan semata kelalaian pemerintah saat ini.
Di DPRD Kabupaten Solok, anggota dewan mendorong pemerintah daerah mempercepat proses perubahan RTRW dan pembebasan kawasan hutan agar akses ke daerah-daerah seperti Lubuak Rasam dapat dibuka.
Kisah Lubuak Rasam — sebuah pelosok di Sumatera Barat — menggambarkan bagaimana regulasi lingkungan yang ketat dapat berhadapan langsung dengan kebutuhan dasar manusia: akses jalan yang layak. Di satu sisi, pemerintah daerah terikat oleh kewajiban hukum untuk tidak membangun sembarangan di kawasan hutan lindung. Di sisi lain, warga menunggu kehadiran kebijakan yang benar-benar menyentuh kehidupan sehari-hari mereka. Tantangannya kini bukan sekadar izin, melainkan bagaimana kepemimpinan lokal dan pusat dapat bersinergi agar akses jalan ke wilayah terisolasi juga menjadi bagian dari keadilan pembangunan untuk Sumatera Barat.
Ridwan Syafrullah – Sumbar FYi































