Padang — Tragedi di kawasan wisata Alahan Panjang, Kabupaten Solok, menjadi alarm keras bagi dunia pariwisata Sumatera Barat. Satu nyawa melayang akibat dugaan paparan gas monoksida di penginapan wisata, dan Gubernur Mahyeldi pun menyampaikan keprihatinan mendalam. Namun, di balik duka itu, publik mempertanyakan sistem pengawasan keselamatan yang tampak rapuh di lapangan.
“Atas nama pribadi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, saya turut berduka cita atas musibah ini,” ujar Mahyeldi di Padang, Senin (13/10/2025). Ia menegaskan, keselamatan wisatawan harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar formalitas izin usaha.
Namun pernyataan itu membuka pertanyaan lama: bagaimana sistem pengawasan penginapan di Sumbar sebenarnya berjalan? Banyak penginapan beroperasi tanpa standar keamanan memadai, mulai dari ventilasi buruk hingga tidak adanya alat deteksi gas.
Dinas Pariwisata di Bawah Dokter
Sorotan lain tertuju pada kepemimpinan Dinas Pariwisata Sumbar yang kini dijabat oleh mantan Kepala Dinas Kesehatan. Meski rotasi lintas sektor diperbolehkan, publik menilai langkah ini menimbulkan tanda tanya.
Dengan latar belakang medis, kepala dinas tentu memahami aspek keselamatan publik. Namun tanpa pengalaman di industri pariwisata, kebijakan yang diambil dikhawatirkan hanya berputar di meja birokrasi, bukan di lapangan yang memerlukan kreativitas dan pengawasan nyata.
“Ini momentum penting bagi Pemprov Sumbar untuk memastikan jabatan strategis diisi figur yang memahami dunia wisata,” ujar seorang pengamat pariwisata Sumbar.
Slogan “Wisata Aman” Belum Jadi Sistem
Mahyeldi telah meminta seluruh kepala daerah memperketat pengawasan penginapan, mulai dari hotel hingga glamping. Namun pernyataan itu justru menyoroti kelemahan sistem yang selama ini reaktif, bukan preventif.
Banyak penginapan di daerah wisata populer seperti Solok, Agam, dan Tanah Datar masih minim inspeksi. Sebagian besar belum memiliki sertifikat laik fungsi bangunan atau standar keselamatan wisatawan.
“Kalau pengawasan hanya berjalan setelah ada korban, itu bukan sistem, tapi refleks sesaat,” ujar salah satu warga.
Kematian yang Mengungkap Kekosongan Sistem
Korban, Cindy Desta Nanda (28), tewas diduga akibat gas monoksida dari pemanas air, sementara suaminya masih dirawat intensif. Hingga kini, laporan resmi dari Pemkab Solok belum diterima Pemprov Sumbar, menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi.
Titik Balik atau Sekadar Headline
Tragedi Alahan Panjang seharusnya menjadi momentum pembenahan. Keselamatan wisatawan bukan tanggung jawab moral semata, melainkan ukuran seberapa serius pemerintah mengawal pariwisata yang aman, berdaya saing, dan manusiawi.
Jika tragedi ini hanya berakhir pada belasungkawa tanpa sistem yang berubah, maka Sumatera Barat bukan sedang membangun pariwisata — melainkan membiarkan wisatawan berjalan di atas risiko yang sama.