Padang, Sumbar.fyi — Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat, Muhidi, mengkritik paparan yang disampaikan Kapolda Sumbar, Irjen Pol Gatot Tri Suryanta, dalam peringatan Hari Jadi Sumbar ke-80. Pandangan Muhidi: paparan itu tidak sekadar gambaran kondisi keamanan, tapi berpotensi menjadi landasan kebijakan strategis yang berdampak luas.
Muhidi menegaskan, DPRD, Pemerintah Daerah, TNI, Polri, dan masyarakat harus bersinergi agar stabilitas daerah tidak menjadi klaim tunggal satu pihak. Menurutnya, strategi stabilitas harus dijabarkan secara terbuka agar publik memahami arah kebijakan keamanan yang akan dijalankan.
Namun, inti dari kritik tersebut adalah: “Apa sebenarnya yang dimaksud Kapolda dengan strategi stabilitas?”, ujar Muhidi. Ia menekankan agar strategi tersebut tidak disalahgunakan untuk tindakan represif tanpa mekanisme kontrol publik.
Dari perspektif pengamat keamanan lokal, istilah “stabilitas daerah” sering digunakan di banyak provinsi di Indonesia sebagai pembenaran intervensi keamanan ketika ada potensi kerawanan sosial-masyarakat. Beberapa kasus di provinsi lain menunjukkan bahwa kekaburan definisi “stabilitas” bisa memicu resistensi publik, terutama jika kebijakan tak disertai partisipasi masyarakat dan transparansi.
Menurut data Polri nasional tahun 2024, gangguan keamanan kecil (keributan lokal, aksi premanisme, konflik sosial antarwarga) meningkat sekitar 8 % dibanding tahun sebelumnya (sumber: laporan internal Polri 2024) — ini menunjukkan bahwa isu keamanan tidak selalu bisa dicapai hanya lewat deklarasi strategi besar tanpa pendekatan berbasis masyarakat.
Hal ini diharapkan mendorong Kapolda Sumbar dan aparat terkait untuk membuka ruang dialog publik agar strategi stabilitas diumumkan dengan jelas—apa target, mekanisme, dan indikator keberhasilannya. DPRD Sumbar bisa berperan sebagai pengawas agar kebijakan keamanan tetap berpijak pada prinsip hak asasi dan demokrasi.
Publik di Sumbar pun diharapkan aktif bersuara: apakah strategi yang disampaikan sesuai kebutuhan nyata? Apakah ada potensi konflik sosial yang terabaikan? Dialog terbuka menjadi kunci agar sekadar jargon “stabilitas” tidak jadi sesuatu yang ambigu dan rawan disalahgunakan.
—
Redaksi Sumbar.fyi