Pemerintah bersama BPI Daya Anagata Nusantara (Danantara) telah menetapkan proyek pengolahan sampah menjadi listrik (waste to energy/WTE) di tujuh wilayah utama, sebagai bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang penanganan sampah perkotaan berbasis energi terbarukan.
Wilayah yang ditargetkan meliputi Provinsi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bogor Raya, Tangerang Raya, Kota Semarang, Bekasi Raya, dan Medan Raya.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, proyek ini tidak hanya bertujuan menghasilkan listrik dari sampah, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menekan beban pengelolaan sampah yang selama ini menjadi persoalan kota besar.
Direktur utama Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa ketujuh lokasi sudah sesuai kriteria (termasuk ketersediaan lahan dan izin) dan akan memakan waktu sekitar dua tahun pelaksanaan mulai dari groundbreaking yang ditargetkan akhir Maret 2026.
Lebih dari 200 perusahaan, termasuk 66 investor asing, telah menunjukkan minat untuk ikut serta dalam proyek ini.
Meski demikian, beberapa kritikus mempertanyakan kesiapan daerah dan dampak terhadap masyarakat lokal—misalnya aktivitas pemulung yang selama ini menjadi bagian dari rantai pengelolaan sampah. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta jaminan bahwa proyek ini tidak menggantikan pemulung melainkan mengintegrasikan mereka.
Dari perspektif Sumatera Barat, meskipun provinsi ini belum termasuk salah satu dari tujuh wilayah awal, ada beberapa pelajaran penting: bagaimana mekanisme investasi terbuka dan jaminan sosial bagi pencari nafkah dari sampah. Bila proyek berhasil di tujuh kota, potensi diperluas ke provinsi lain termasuk Sumbar. Namun, perlu diperhatikan regulasi lokal, studi kelayakan, serta keterlibatan komunitas pengelola sampah.
Proyek pengolahan sampah menjadi listrik oleh pemerintah dan Danantara menandai langkah strategis dalam penanganan sampah perkotaan dan pengembangan energi terbarukan. Namun kesuksesan program ini sangat bergantung pada kesiapan daerah, pengelolaan sosial, dan mekanisme transparan investasi — faktor yang patut diperhatikan oleh masyarakat Sumatera Barat dan daerah-daerah lain ke depan.































