Padang Panjang, Sumbar — Sebelas siswa di Kota Padang Panjang dilarikan ke IGD RSUD setelah diduga mengalami keracunan usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disalurkan di sekolah mereka. Insiden ini memicu pertanyaan baru terkait keamanan dan mekanisme pelaksanaan program unggulan pemerintah pusat di tingkat lokal.
Insiden di Padang Panjang
Selasa (7 Oktober 2025), sekitar 74 siswa dari berbagai sekolah di Kecamatan Padang Panjang Timur melaporkan demam dan sakit perut setelah menerima MBG. Dari jumlah ini, 11 orang harus dirujuk ke RSUD Padang Panjang untuk observasi lebih lanjut. Sekitar 80 persen sisanya telah dipulangkan setelah pemeriksaan awal oleh sekolah.
Sekolah-sekolah yang terlibat antara lain:
- SDN 5 Kelurahan Sigando
- SDN 7 Kelurahan Ganting
- SDN 9 Kelurahan Ekor Lubuk
- SDN 10 Tabek Gadang
- SMPN 3 Ekor Lubuk
- SMKN 2 Ganting
- SMA 1 Sumbar Ganting
Pihak RSUD dan laboratorium lokal masih menguji sampel makanan untuk mencari penyebab pasti.
Bukan kasus tunggal
Kasus di Padang Panjang tidak berdiri sendiri. Di tingkat nasional, program MBG tengah dikritisi keras. JPPI mencatat hingga pertengahan September 2025 ada 5.360 siswa mengalami dugaan keracunan akibat MBG. Sementara itu, data BGN menunjukkan 4.711 korban masuk kategori kejadian luar biasa (KLB) hingga 22 September.
Laporan evaluasi menyebut bahwa dari 8.583 SPPG, hanya 34 yang memiliki sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) sesuai standar Kemenkes — sisanya belum memenuhi kriteria. Selain itu, ratusan dapur SPPG dinilai tidak menjalankan SOP keamanan pangan dengan baik.
Kritik & tuntutan evaluasi
Beberapa lembaga meminta agar program MBG dimoratorium atau dievaluasi ulang. CISDI misalnya mendesak penghentian sementara agar kerangka pengawasan lebih kuat dibangun. DPR dan lembaga independen juga meminta audit menyeluruh terhadap mekanisme distribusi, pengawasan SPPG, dan tata kelola anggaran.
Berdasarkan analisis media internasional, lebih dari 9.000 anak mengalami keracunan sejak Januari–September 2025 akibat program MBG, menjadikannya masalah sistemik nasional.
Bagi Sumatera Barat, insiden di Padangpanjang menjadi alarm: keamanan makanan sekolah tidak bisa dianggap sepele. Pemerintah provinsi dan dinas terkait wajib memastikan SOP, sertifikasi dapur, kapasitas laboratorium makanan lokal, dan audit berkala terhadap dapur sekolah.
Lebih jauh, harus ada transparansi data real time insiden keracunan di setiap kabupaten/kota agar masyarakat bisa memantau sendiri. Jika program “gratis” terus bergulir tanpa pemulihan kepercayaan masyarakat, citra program ini bisa runtuh di mata publik Sumbar.
Program MBG bisa menjadi solusi gizi anak bangsa. Namun jika justru membahayakan keselamatan, sudah saatnya kita berhenti sejenak, evaluasi, dan membenahi, bukan buru-buru memperluas tanpa pengawasan memadai.
Apa menurut Anda pemerintah Sumbar harus menghentikan sementara penyaluran MBG di sekolah sampai sistemnya terbukti aman? Kirim komentar Anda ke redaksi sumbar.fyi.